6.10.2015

Menanti Kehadiran BPJS Syariah

Sejak tahun 2014, produk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berupa BPJS Kesehatan telah menjadi topik diskusi masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan tenaga kesehatan. Pelaksanaan program BPJS Kesehatan menjadi sebuah kontroversi di mana sebagian masyarakat merasa bahwa program ini dapat menjadi solusi bagi masalah-masalah kesehatan di Indonesia, sementara sebagian yang lain berpendapat bahwa program ini memiliki banyak kekurangan.

Asuransi kesehatan memang telah menjadi kebutuhan masyarakat. Anggota masyarakat yang membutuhkan pertolongan dari fasilitas pelayanan kesehatan tidak perlu mengeluarkan uang dari kantongnya sendiri, apalagi menjadi miskin. Dengan program asuransi kesehatan, pemegang polis asuransi seharusnya mendapatkan pelayanan dari fasilitas kesehatan secara gratis atau mendapat penggantian dari perusahaan asuransi, tentu tidak boleh lupa dengan kewajiban membayar premi asuransi setiap periode. Di negara-negara maju, cakupan asuransi kesehatan sudah lebih luas. Idealnya, asuransi kesehatan memenuhi aspek universal coverage. Aspek tersebut meliputi cakupan warga negara yang menjadi peserta, cakupan penyakit apa saja yang dapat ditanggung oleh perusahaan asuransi, serta cakupan biaya yang akan ditanggung atau diganti oleh perusahaan asuransi.

Sayangnya, produk-produk asuransi kesehatan syariah di Indonesia yang saya ketahui, belum dapat memenuhi kebutuhan kesehatan saya dan keluarga. Produk-produk tersebut tidak ada yang bersedia menanggung biaya pemeriksaan prenatal dan biaya persalinan. Perlindungan untuk rawat jalan dan rawat inap pun tidak mencakup semua penyakit. Selain itu, perusahaan asuransi telah menentukan biaya maksimal yang dapat diklaim untuk setiap tahun. Bahkan pada salah satu perusahaan asuransi syariah yang cukup terkenal di Indonesia, hal-hal tersebut semakin diperberat dengan pengajuan kepesertaan asuransi kesehatan yang harus dilakukan setiap tahun. Evaluasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan asuransi mungkin dapat mencegah orang yang membutuhkan terapi dalam jangka waktu panjang atau membutuhkan terapi yang relatif mahal, menjadi peserta asuransi kesehatan di tahun berikutnya.

Hal ini berbeda dengan asuransi kesehatan yang dikelola oleh BPJS yang notabene adalah lembaga milik pemerintah. Pelayanan kesehatan yang dapat ditanggung oleh produk BPJS Kesehatan lebih luas, mencakup pelayanan kesehatan tingkat pertama maupun pelayanan kesehatan rujukan di tingkat lanjutan. Hingga tanggal 5 Juni 2015, peserta BPJS Kesehatan telah mencapai lebih dari 145 juta jiwa. Fasilitas kesehatan yang dapat melayani peserta BPJS Kesehatan pun telah mencapai jumlah belasan ribu.

Sekarang coba Anda bayangkan apabila BPJS menelurkan produk BPJS Syariah, yang mencakup BPJS Kesehatan Syariah. Produk BPJS Kesehatan yang sudah berjalan selama ini memiliki varian baru yang pendanaannya dikelola sesuai tata cara syariah Islam. Hal ini tentu menjadi produk keuangan syariah yang sangat seksi dan bermanfaat bagi umat muslim di Indonesia, selain bank syariah. Sebagai muslim yang tinggal di Indonesia, kehadiran produk tersebut sangat saya nantikan. Apabila produk ini dapat benar-benar terwujud, tentu akan semakin banyak orang yang akan berkata "Aku cinta keuangan syariah".

Thareq Barasabha
Pegiat Kesehatan Masyarakat

4.27.2015

Ide Hebat: Teleedukasi melalui SMS untuk Pencegahan Infeksi HIV


Latar Belakang
Penularan HIV telah menyebar di banyak negara, termasuk Indonesia. Jumlah total kasus AIDS yang ditemukan di Indonesia sejak tahun 1987 hingga Juni 2013 telah mencapai lebih dari 43.667 kasus, dengan 8.340 kasus kematian pengidap AIDS. Selain itu, terdapat pula 108.600 kasus infeksi HIV yang ditemukan dalam kurun waktu tersebut.

Angka-angka di atas tidak dapat mendeskripsikan secara lengkap mengenai penyebaran HIV sebenarnya yang terjadi di lapangan. Ada banyak pendapat yang mengatakan bahwa terjadi fenomena gunung es dalam pelaporan kasus HIV, di mana jumlah kasus yang sebenarnya jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang dilaporkan. Opini ini diperkuat oleh perjalanan penyakit akibat infeksi HIV dalam tubuh manusia yang membutuhkan waktu relatif lama. Infeksi HIV yang baru saja terjadi akan menunjukkan gejala-gejalanya setelah 2 – 15 tahun kemudian. Hal ini menyebabkan orang yang terinfeksi tidak dapat diketahui dari penampilan fisiknya, sehingga orang tersebut tidak berpikir untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan tentang infeksi HIV. Pasangan seks dari orang yang terinfeksi juga mungkin tidak mengetahui bahwa orang tersebut dapat menularkan HIV ke dalam tubuhnya. Keadaan ini akan semakin parah apabila masyarakat tidak mempunyai informasi yang cukup terkait HIV dan AIDS.

Di sisi lain, kurangnya informasi tentang HIV dan AIDS membuat masyarakat umum memiliki ketakutan yang berlebihan terhadap penularan virus ini, bahkan terhadap pengidapnya. Hal ini memunculkan stigma buruk terhadap pengidap HIV, sehingga tak jarang ditemukan kasus pengucilan atau diskriminasi terhadap orang dengan HIV dan AIDS (ODHA).

Menilik HIV dan AIDS sebagai salah satu masalah kesehatan dan sosial yang terjadi di Indonesia, saya menilai bahwa sistem telemedika dapat menjadi peluang usaha untuk penanggulangan masalah ini. Salah satu bentuk penerapan sistem telemedika yang dapat dilakukan yaitu promosi kesehatan dengan prinsip teleedukasi. Hal ini diharapkan membuat informasi dan pengetahuan tentang HIV dan AIDS dapat tersampaikan pada warga di berbagai penjuru negeri secara lebih cepat, mudah dan murah. Teleedukasi dapat menjadi suatu sistem komplementer dari program edukasi yang dilakukan oleh para tenaga kesehatan dan kader kesehatan di tiap daerah. Tokoh-tokoh masyarakat dapat menjadi mitra yang tepat untuk menyebarluaskan informasi terkait HIV dan AIDS pada warga di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Program ini tentu akan berjalan lebih mudah bila mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta.

Rencana Kegiatan
Ide ini direncanakan melibatkan 30 orang Warga Peduli AIDS (WPA). Masing-masing WPA diminta untuk memberikan daftar nomor ponsel 15 orang tokoh masyarakat di wilayah tempat tinggalnya masing-masing. Setiap hari kerja, selama satu bulan, dikirimkan satu SMS edukatif mengenai HIV dan AIDS ke 500 nomor ponsel (30 WPA, 450 tokoh masyarakat, 20 nomor pemangku kebijakan). SMS dipilih karena layanan penyampai pesan tipe ini telah populer dan dapat digunakan oleh masyarakat di Indonesia. Selain itu, tentunya tidak semua masyarakat di Indonesia memiliki ponsel cerdas yang dapat mengakses layanan penyampai pesan tipe lainnya. Melalui penggunaan SMS sebagai media teleedukasi, tokoh masyarakat dapat lebih mudah dan sering mendapatkan informasi terkait HIV dan AIDS, sehingga pihak-pihak tersebut dapat menyebarkan informasi yang diterimanya pada masyarakat. Diharapkan dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat, laju penyebaran HIV di Indonesia dapat dihambat.

Masalah Ketidakcukupan Dana
Sayangnya, program ini belum dapat dijalankan karena tidak adanya dana yang mencukupi. Oleh karena itu, diperlukan pendanaan dari pihak sponsor atau penyediaan jasa SMS secara gratis oleh salah satu perusahaan penyedia layanan telekomunikasi. Program ini diharapkan dapat terus berlanjut secara berkesinambungan untuk mencapai target penerima informasi terkait HIV yang lebih luas. Bentuk program dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atau sasaran pasar penyandang dana. Bahkan diharapkan pada program-program berikutnya, pesan yang disebarkan tidak hanya terbatas pada topik terkait infeksi HIV saja, tetapi juga tentang penyakit menular dan tidak menular lainnya, atau tentang topik kesehatan secara umum. Bentuk penyebaran pesan pun dapat dipilih melalui metode selain SMS, misalnya sosial media, layanan pesan gratis berbasis internet, maupun penyebaran video melalui internet. Demikian pula dengan sasaran penerima pesan, dapat disesuaikan dengan isi pesan yang disebarkan.

Peluang-Peluang Kerja Sama
Ide ini juga dapat dikembangkan menjadi suatu ide bisnis. Peluang kerja sama dalam bentuk sponsorship dapat dijalankan dengan pemerintah daerah, lembaga donor (baik dari luar maupun dalam negeri), perusahaan telekomunikasi, perusahaan produsen alat atau bahan biomedis, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan, dan lain sebagainya. Pihak sponsor dapat menuliskan nama perusahaan atau nama produknya pada pesan yang akan disebar. Selain itu, nama pihak sponsor juga akan disertakan dalam sosialisasi, diseminasi serta publikasi program, baik itu di media massa maupun di konferensi ilmiah yang terkait dengan program ini. Hal ini akan menguntungkan bagi pihak sponsor karena nama perusahaan atau nama produknya akan semakin dikenal oleh masyarakat.