Latar
Belakang
Penularan
HIV telah menyebar di banyak negara, termasuk Indonesia. Jumlah total
kasus AIDS yang ditemukan di Indonesia sejak tahun 1987 hingga Juni
2013 telah mencapai lebih dari 43.667 kasus, dengan 8.340 kasus
kematian pengidap AIDS. Selain itu, terdapat pula 108.600 kasus
infeksi HIV yang ditemukan dalam kurun waktu tersebut.
Angka-angka
di atas tidak dapat mendeskripsikan secara lengkap mengenai
penyebaran HIV sebenarnya yang terjadi di lapangan. Ada banyak
pendapat yang mengatakan bahwa terjadi fenomena gunung es dalam
pelaporan kasus HIV, di mana jumlah kasus yang sebenarnya jauh lebih besar dibandingkan dengan
jumlah yang dilaporkan. Opini ini diperkuat oleh perjalanan penyakit
akibat infeksi HIV dalam tubuh manusia yang membutuhkan waktu relatif
lama. Infeksi HIV yang baru saja terjadi akan menunjukkan
gejala-gejalanya setelah 2 – 15 tahun kemudian. Hal ini menyebabkan
orang yang terinfeksi tidak dapat diketahui dari penampilan fisiknya, sehingga orang tersebut tidak berpikir untuk
berkonsultasi dengan tenaga kesehatan tentang infeksi HIV. Pasangan seks dari orang yang terinfeksi juga
mungkin tidak mengetahui bahwa orang tersebut dapat menularkan HIV ke
dalam tubuhnya. Keadaan ini akan semakin parah apabila masyarakat
tidak mempunyai informasi yang cukup terkait HIV dan AIDS.
Di
sisi lain, kurangnya informasi tentang HIV dan AIDS membuat
masyarakat umum memiliki ketakutan yang berlebihan terhadap penularan
virus ini, bahkan terhadap pengidapnya. Hal ini memunculkan stigma
buruk terhadap pengidap HIV, sehingga tak jarang ditemukan kasus
pengucilan atau diskriminasi terhadap orang dengan HIV dan AIDS
(ODHA).
Menilik
HIV dan AIDS sebagai salah satu masalah kesehatan dan sosial yang
terjadi di Indonesia, saya menilai bahwa sistem
telemedika dapat menjadi peluang usaha untuk penanggulangan masalah
ini. Salah satu bentuk penerapan sistem telemedika yang dapat dilakukan yaitu promosi kesehatan dengan prinsip teleedukasi. Hal ini diharapkan membuat informasi dan pengetahuan tentang HIV dan AIDS dapat tersampaikan pada warga di berbagai penjuru negeri secara lebih cepat, mudah dan murah. Teleedukasi dapat menjadi suatu sistem komplementer dari program edukasi yang dilakukan oleh para tenaga kesehatan dan kader kesehatan di tiap daerah. Tokoh-tokoh masyarakat dapat menjadi mitra yang tepat untuk
menyebarluaskan informasi terkait HIV dan AIDS pada warga di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Program
ini tentu akan berjalan lebih mudah bila mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta.
Rencana
Kegiatan
Ide ini direncanakan melibatkan
30
orang
Warga Peduli AIDS (WPA).
Masing-masing
WPA
diminta
untuk
memberikan
daftar
nomor
ponsel
15
orang tokoh masyarakat di
wilayah
tempat
tinggalnya
masing-masing.
Setiap
hari
kerja,
selama satu bulan, dikirimkan satu SMS edukatif mengenai HIV dan AIDS ke
500
nomor
ponsel
(30
WPA,
450
tokoh
masyarakat,
20
nomor
pemangku
kebijakan).
SMS
dipilih
karena
layanan
penyampai
pesan
tipe
ini
telah
populer
dan
dapat
digunakan
oleh
masyarakat
di
Indonesia.
Selain
itu,
tentunya
tidak
semua masyarakat di Indonesia memiliki
ponsel
cerdas
yang
dapat
mengakses
layanan
penyampai
pesan
tipe
lainnya.
Melalui
penggunaan
SMS
sebagai
media
teleedukasi, tokoh masyarakat dapat
lebih
mudah
dan
sering
mendapatkan
informasi
terkait
HIV
dan
AIDS,
sehingga
pihak-pihak
tersebut
dapat
menyebarkan
informasi
yang
diterimanya
pada
masyarakat.
Diharapkan
dengan
bertambahnya
pengetahuan
masyarakat,
laju
penyebaran
HIV
di Indonesia dapat
dihambat.
Masalah Ketidakcukupan Dana
Sayangnya,
program
ini
belum
dapat
dijalankan
karena
tidak
adanya
dana
yang
mencukupi.
Oleh
karena
itu,
diperlukan
pendanaan
dari
pihak
sponsor
atau
penyediaan
jasa
SMS
secara
gratis
oleh
salah
satu
perusahaan
penyedia
layanan
telekomunikasi.
Program
ini
diharapkan
dapat
terus
berlanjut
secara
berkesinambungan
untuk
mencapai
target
penerima
informasi
terkait
HIV
yang
lebih
luas.
Bentuk
program
dapat
dimodifikasi
sesuai
dengan
kebutuhan
atau
sasaran
pasar
penyandang
dana.
Bahkan
diharapkan
pada
program-program
berikutnya,
pesan
yang
disebarkan
tidak
hanya
terbatas
pada
topik
terkait
infeksi
HIV
saja,
tetapi
juga
tentang
penyakit
menular
dan
tidak
menular
lainnya,
atau
tentang
topik
kesehatan
secara
umum.
Bentuk
penyebaran
pesan
pun
dapat
dipilih
melalui
metode
selain
SMS,
misalnya
sosial
media,
layanan
pesan
gratis
berbasis
internet,
maupun
penyebaran
video
melalui
internet.
Demikian
pula
dengan
sasaran
penerima
pesan,
dapat
disesuaikan
dengan
isi
pesan
yang
disebarkan.
Peluang-Peluang
Kerja Sama
Ide ini juga dapat dikembangkan menjadi suatu ide bisnis. Peluang
kerja
sama
dalam
bentuk
sponsorship
dapat
dijalankan
dengan
pemerintah
daerah,
lembaga
donor
(baik
dari
luar
maupun
dalam
negeri),
perusahaan
telekomunikasi,
perusahaan
produsen
alat
atau
bahan
biomedis,
lembaga
swadaya
masyarakat
yang
bergerak
di
bidang
kesehatan,
dan
lain
sebagainya.
Pihak
sponsor
dapat
menuliskan
nama
perusahaan
atau
nama
produknya
pada
pesan
yang
akan
disebar.
Selain
itu,
nama
pihak
sponsor
juga
akan
disertakan
dalam
sosialisasi,
diseminasi
serta
publikasi
program,
baik
itu
di
media
massa
maupun
di
konferensi
ilmiah
yang
terkait
dengan
program
ini.
Hal
ini
akan
menguntungkan
bagi
pihak
sponsor
karena
nama
perusahaan
atau
nama
produknya
akan
semakin
dikenal
oleh
masyarakat.