3.10.2009

Reformator Sekaligus Entrepreneur

Minggu malam yang lalu saya pergi bersama Yudha (Bharata Yudha). Kami hendak menghadiri resepsi pernikahan Rizky, abangnya Bob (Rahmad Try Hendro). Di perjalanan, Yudha berkomentar tentang ramainya Bandung saat long weekend. Saya sedikit heran. Memangnya sekarang long weekend? Ternyata memang long weekend, karena Senin masih libur, peringatan maulid Nabi. Saya baru menyadarinya dari Yudha. Ah, betapa kurang pedulinya saya terhadap penanggalan Hijriah.

Beberapa bulan lalu, saya juga tidak menyadari bahwa tahun Hijriah telah berganti. Saya baru pulang dari Pantai Pasir Panjang malam itu. Di perjalanan pulang menuju Pontianak, saya melihat panggung kecil dengan orang-orang berbusana muslim. Dan saya baru menyadari bahwa malam itu tahun Hijriah telah berganti (penanggalan Hijriah berdasarkan bulan, bukan matahari, pergantian hari dihitung mulai waktu maghrib).

Saya sempat menonton acara Tafsir Al-Misbah di Metro TV di hari peringatan Maulid Nabi kemarin. Siang itu satu pertanyaan saya terjawab. Dulu saya sempat berpikir: mengapa Nabi Muhammad SAW tidak bisa membaca? Dari acara tersebut saya jadi tahu bahwa Allah menakdirkan Nabi Muhammad SAW tidak bisa membaca supaya Allah SWT bisa mendidik Nabi langsung tanpa terpengaruh yang lain. Apabila Nabi Muhammad SAW bisa membaca, Nabi bisa terpengaruh oleh bacaannya. Subhanallah!

Waktu saya hari itu cukup banyak saya habiskan untuk menonton televisi. Saya juga menonton Apa Kabar Indonesia Malam di TV One. Tamu acara malam itu yaitu Bapak Muhammad Syafii Antonio yang berdiskusi tentang sebuah buku karyanya “The Super Leader Super Manager”. Buku ini tampaknya menekankan sejarah Nabi Muhammad SAW sebagai seorang entrepreneur. Saya baru mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW telah mencapai financial freedom (keadaan di mana seseorang tidak perlu bekerja lagi untuk mendapatkan uang) di usia yang cukup muda. Namun Nabi tetap hidup sederhana. Harta yang Nabi dapat diinfakkan karena Nabi memprioritaskan kepentingan orang banyak daripada diri Nabi sendiri. Wah, saya jadi ingin memiliki buku tersebut.

Malam sebelum tidur, terlintas di pikiran saya keinginan memimpikan seseorang. Namun saya teringat Bapak Muhammad Quraish Shihab juga menjelaskan tentang mimpi bertemu Nabi di acara Tafsir Al-Mishbah. Saya pun mencoba menghapus keinginan di pikiran saya semula. Duh! Di saat orang-orang sangat rindu untuk bertemu Rasulullah Muhammad SAW (walaupun hanya lewat mimpi), saya malah punya pikiran aneh memimpikan orang yang tidak-terlalu-penting bagi hidup saya. Semoga suatu saat saya bisa memimpikan Nabi Muhammad SAW, reformator yang sangat berjasa bagi semua umat muslim (termasuk saya insya Allah) di seluruh dunia.

Ya Allah, berikanlah shalawat dan berkah kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau memberikan shalawat dan berkah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya.

3.08.2009

Gadis Penebar Salam

Tanpa perlu saya sebutkan namanya pun gadis itu telah menarik perhatian banyak orang di kampus kami. “Abang! Assalamualaikum!” Kalimat-kalimat itu yang hampir selalu ia ucapkan ketika bertemu dengan saya. Kadang-kadang ditambah dengan bonus seulas senyum dan lambaian tangan. Terlihat sederhana namun ucapan tersebut sebenarnya luar biasa. Salam-salam tersebut telah membuat saya mengingatnya sebagai gadis penebar salam.

Saya tidak tahu apakah ia ikhlas atau tidak dalam menebarkan salam-salam tersebut. Hanya Allah yang tahu isi hatinya. Namun saya asumsikan saja bahwa ucapannya itu berasal dari hatinya yang ikhlas. Karena saya sering merasa senang jika bertemu dengannya dan disapa dengan ramah seperti itu. Mungkin teori yang pernah saya dengar benar, ucapan yang tulus dari hati akan membekas di hati orang lain.

Saya tidak seramah gadis penebar salam. Saya sering malas untuk menyapa, apalagi memberikan salam. Senyum kadang dibuat-buat. Kalaupun memberikan salam, sekedarnya saja. Asal ucap sambil beranjak pergi. Entahlah, apakah yang seperti itu akan membekas di hati? Bukannya mendatangkan kebaikan, ucapan-ucapan saya malah kadang merugikan lawan bicara saya. Semoga saya bisa memperbaikinya.

Entah berapa banyak keselamatan yang telah ditebarkan oleh gadis penebar salam. Entah berapa banyak bahaya yang terelakkan akibat ucapan salam yang keluar dari bibirnya. Dan entah berapa banyak kebaikan telah kembali lagi pada dirinya. Bukankah segala kebaikan akan kembali kepada orang yang mendoakannya? Dan bukankah pengucap salam mendapatkan kebaikan yang jauh lebih besar daripada kebaikan yang diterima oleh si penjawab salam?

Gadis itu istimewa. Saya suka dia. Dan saya rasa, apabila anda mengenalnya, anda pun akan suka padanya. Semoga keselamatan, rahmat, berkah, dan ampunan Allah tercurah deras untuknya.

3.05.2009

Pesta Kembang Api

Entah fakta ini benar atau tidak: saya pikir tempat perayaan imlek yang paling meriah di Indonesia adalah Kota Singkawang dan Pontianak. Di kota kelahiran saya ini, etnis China mencapai sekitar sepertiga dari total penduduknya. Tak heran jika imlek dirayakan sangat meriah oleh sebagian penduduk ibukota Kalimantan Barat ini. Apalagi di Kota Singkawang yang mayoritas penduduknya adalah etnis China. Jadi perkiraan saya di atas cukup beralasan, kan?

Malam itu saya menonton kembang api. Saya pergi berlima ke Jalan Gajahmada (daerah perdagangan di Pontianak, banyak etnis China tinggal di daerah ini) menggunakan dua sepeda motor. Om Budi bersama Tante Susi dan Bebe, lalu saya bersama Syahdi mengikuti di belakang mereka. Beberapa kali letusan kembang api telah saya lihat selama perjalanan menuju Jalan Gajahmada. Tikungan menuju Jalan Gajahmada ternyata sudah dipenuhi banyak kendaraan, padahal saya tidak masuk melalui tikungan utama. Saya mulai malas. Saya agak pusing, tampaknya akibat gas buangan knalpot yang terlalu banyak di sini. Jalan Gajahmada yang melintang di depan nyaris penuh oleh kendaraan. Saya melihat banyak helm di mana-mana. Pengguna mobil mungkin telah meninggalkan mobil mereka entah di mana.

Saya ingin memutar balik, tapi saya terpaksa mengikuti yang lain terus berusaha masuk ke Jalan Gajahmada. Makin lama makin sulit untuk memutar. Selama macet, sebenarnya saya masih bisa terus menikmati letusan-letusan kembang api yang masih dinyalakan oleh orang-orang. Sayangnya, saya harus tetap memperhatikan posisi sepeda motor. Akan lebih nyaman jika saya bertukar duduk di belakang, tapi yang Syahdi yang saya bonceng ialah seorang anak kelas 6 SD. Fuh! Saya pusing, kepanasan, dan agak takut membayangkan bagaimana jika sebuah letusan kembang api yang tidak memancar ke langit menghantam sebuah kendaraan dan memicu ledakan. Saya rasa pikiran saya terlalu berlebihan.

Akhirnya Jalan Gajahmada pun melonggar. Saya bisa meneruskan perjalanan, walaupun saya telah terpisah dari rombongan. Saya memutuskan untuk berbelok ke sebuah jalan kecil, berharap dapat mencari jalan keluar. Saya menemukan suatu pemandangan unik. Sebuah rumah memasang petasan yang direnceng sangat panjang. Digantung dari balkon lantai atas rumahnya hingga menjuntai ke bawah! Saya melihat petasan itu meledak-ledak sambil menelepon Om Budi. Bahkan sampai saya selesai menelepon dan memutar balik untuk mencari Om Budi pun petasan itu belum habis terbakar!

Setelah tiga kali menelepon barulah saya menemukan rombongan awal. Mereka sedang duduk di tempat penjual mie tiaw. Ini bukan berarti kami dapat menonton kembang api sambil menikmati mie tiaw, karena mie tiaw tersebut adalah mie tiaw babi! Syukurlah penjual mie tiaw tersebut jujur mengatakannya. Bahkan mereka tetap membiarkan kami duduk di tempat itu cukup lama untuk menikmati kembang api yang terus diletuskan. Saya salut dengan sikap pedagang seperti ini. Jujur dan bersikap baik pelanggan. Padahal yang dibeli hanyalah beberapa air putih kemasan gelas. Allah memberi saya rezeki sebuah burger yang dijual di dekat tempat itu.

Letusan kembang api semakin meriah. Kembang api yang dinyalakan pun letusannya tak lagi seperti yang biasa. Indah memukau mata. Banyak orang bertepuk tangan. Banyak juga yang merekam atau memotret keindahannya dengan handphone. Om Budi berkata bahwa letusan-letusan ini seperti di Palestina. Tidak. Letusan-letusan di Palestina pasti lebih dahsyat dan tragis. Hanya para syuhada yang bisa menikmati letusan yang memindahkan hidup mereka. Karena mereka tidak mati, tapi hidup di tempat lain yang tidak pernah kita kunjungi.

Om Budi juga berkomentar tentang total biaya yang dikeluarkan untuk semua letusan kembang api tersebut. Satu milyar? Atau lima ratus juta? Melihat letusan sebanyak dan semenarik itu saya rasa mungkin bisa mencapai lima ratus juta. Saya tidak tahu harus setuju atau tidak dengan pernyataan bahwa memainkan kembang api sama saja dengan membakar uang. Memang membakar sesuatu yang dibeli dengan uang, tapi untuk menambah kebahagiaan dan kepuasan. Namun memang harga yang harus dibayar untuk kepuasan sesaat itu cukup besar. Jadi mungkin saya akan mengatakan pernyataan yang sama kepada anak saya kelak jika ia meminta dibelikan kembang api yang mahal. Hahaha...!

Lama-lama letusan kembang api terasa biasa saja. Tampaknya pesta memang sudah usai. Kami pun mencari makanan lalu pulang. Rumah Gubernur Kalimantan Barat yang saya lewati sangat cantik dihiasi lampion-lampion merah. Sebenarnya saya ingin berfoto sejenak di sana. Sayang handphone saya tidak berkamera dan Syahdi tidak membawa handphone-nya. Dan tahukah anda, masakan padang adalah menu pamungkas dari Allah yang saya dapatkan malam itu. Alhamdulillah.

3.03.2009

Paranoid

HIV. Saya sebut nama virus beken ini. Lalu saya bertanya, apa reaksi anda ketika membacanya? Apa isi kepala anda sesaat setelah membaca deretan tiga huruf kapital tersebut? Ngeri? Takut? Anda ingin bertanya bagaimana pendapat saya tentang virus ini? Sama dengan kebanyakan orang. Saya pun takut. Naudzubillahiminzalik. Semoga saya tidak pernah terpapar virus ini.

HIV, kalau anda belum tahu, adalah singkatan dari human immunodeficiency virus. Jadi kurang tepat jika ada yang menyebutnya “virus HIV”. Saya pikir anda pasti tahu bahwa HIV adalah penyebab AIDS. Namun HIV tidak otomatis identik dengan AIDS. Orang yang terpapar HIV belum tentu menderita AIDS. AIDS baru dapat muncul bertahun-tahun setelah HIV berkunjung ke tubuh seseorang.

Semua orang bisa saja menyimpan HIV. Seseorang yang tampak bugar pun mungkin. Tak ada orang lain yang tahu. Bahkan orang-orang terdekatnya. Bahkan dirinya sendiri pun tak tahu. Dan ia berpotensi menularkan virus ini ke orang yang lain. Karena, seperti yang saya cantumkan di atas, gejalanya baru dapat terlihat beberapa tahun kemudian. Hasil tes HIV negatif pun tak menjamin seseorang terbebas dari HIV. Seseorang bisa dinyatakan tidak mengandung HIV jika ia telah menunjukkan hasil tes HIV negatif dalam tiga kali tes, dengan jarak antartes tiga bulan.

Orang-orang yang telah diketahui memiliki HIV dalam tubuhnya sangat sedikit. Bagaikan puncak gunung es yang tampak di samudra. Kita tidak tahu seberapa banyak orang-orang yang belum diketahui menyimpan HIV, itulah salah satu masalahnya. Masalah lainnya adalah: tidak semua orang siap untuk dites apakah dirinya mengandung HIV atau tidak. Butuh konseling khusus yang berisi tentang manfaat deteksi lebih dini dan resiko yang dapat terjadi apabila ternyata hasil tesnya HIV positif. Anda siap?

Selain pengguna narkoba suntik dan pekerja seks, ada satu kelompok orang-orang beresiko tinggi lagi yang membuat saya takut. Petugas medis. Petugas medis dapat terpapar HIV apabila tertusuk jarum bekas pasien dengan HIV atau luka di tubuhnya terkena cipratan darah pasien dengan HIV. Yang membuat saya lebih ngeri, dari semua petugas medis yang paling banyak secara tak sengaja tertusuk jarum adalah: dokter muda alias coass! Profesi yang insya Allah saya jalani sebentar lagi. Ketakutan saya bertambah lagi karena ternyata Jawa Barat adalah provinsi dengan jumlah kasus terbanyak di Indonesia. Dan Kota Bandung menjadi penyumbang terbesar dari jumlah tersebut. Untuk informasi tambahan anda, saya tinggal di Kota Bandung dan insya Allah akan bertugas di RS Hasan Sadikin, rujukan utama pasien di Jawa Barat. Anda bisa bayangkan ketakutan saya? Semoga Allah melindungi saya.

Ah, saya terlalu banyak mendengar tentang HIV kemarin. Saya jadi paranoid terhadapnya.

3.01.2009

Hari Jumat Tanggal 13

Jumat tanggal 13 bukan hari sial.

Tidak lama setelah saya terjaga dari tidur di rumah nenek, Tante Ade menginformasikan bahwa di meja ada bubur. Yummy!
Ternyata di meja tersebut juga ada bakwan dan lemper. Setelah bubur selesai, isi mangkok saya ganti dengan sambal dan kue-kue. Nice!
Setelah berenang, mandi, dan Shalat Jumat. Saya melihat di meja makan tersaji oseng tempe, ikan lele goreng, dan sop ayam. Saya ambil nasi lalu saya santap makanan-makanan tadi. Great!
Kali ini informasi dari Nenek, ada getuk. Saya ambil saja. Sepertinya ada cenilnya juga. Okay!
Sebelum maghrib saya sudah lapar. Saya memutuskan untuk membuat nasi goreng super pedas dan tahu goreng potong sembilan. Superb!
Pulang ke rumah sebentar malam harinya, saya menemukan nangka dingin di lemari es. Sweet!
Setelah beberapa buah nangka, saya lanjutkan dengan rujak (yang juga saya temukan di lemari es). Tasty!
Tapi juara dari isi lemari es malam itu ialah: SAMBAL IKAN PARI SALAI!!! Dicampur nasi hangat. Plus ekstra nasi hangat lagi. Mmmh... Very Delicious!
Kembali ke rumah nenek. Ketika melewati dapur, Tante Ina sedang membuat pisang goreng. Saya ambil saja satu. Yeah!

Alhamdulillah!

Saya sudah membuktikannya. Jumat tanggal 13 bukan hari sial.

1.02.2009

Lokalisasi Setengah Hati

Malam itu saya hendak pulang ke rumah. Ada banyak pilihan jalan untuk pulang. Namun saya memilih melewati kawasan unik itu. Saya sekedar ingin melihat-lihat suasana kawasan tersebut. Lagipula menurut perkiraan saya, peluang terjebak kemacetan di jalur tersebut relatif lebih kecil. Semoga saya bisa lebih cepat sampai di rumah.

Mungkin sudah lewat pukul sembilan ketika saya akan memasuki kawasan tersebut. Traffic light menyala merah. Saya harus menunggu. Lampu sen kanan telah saya nyalakan. Saya menunggu dengan tenang di jalur kanan hingga traffic light tersebut berubah warna. Suasana di persimpangan tersebut cukup ramai. Dan seperti saya, banyak juga kendaraan yang bersiap membelok ke kanan. Ada dua pengamen seingat saya. Yang satu tampak kurang sehat jiwanya. Menarik! Ia menyanyikan lagu 'Manusia Biasa' dari Radja dengan lirik asal-asalan. Cukup banyak yang memberinya uang. Kemudian dia bergerak ke trotoar, membentur-benturkan kepala ke dinding, kemudian meloncat-loncat.

Rombongan kendaraan telah bergerak. Saya tidak bisa mengamati lebih lama pengamen suspek psikotik tersebut. Saya arahkan setang sepeda motor saya ke kanan. Yap, saya sampai di kawasan yang cukup terkenal di kota ini. Saya telah mendengar nama lokasi itu cukup lama. Padahal saya tidak dengan sengaja mencari-cari informasi tentang kawasan itu. Tapi saya tidak akan memberitahukan nama lokasi tersebut pada anda. Karena saya tidak mau anda mengetahui tempat tersebut dari saya, kemudian datang ke sana, bertransaksi. dan berbagi dosa dengan saya. Dosa saya mungkin sudah cukup banyak walaupun belum ditambah dengan komisi dosa dari anda.

Sepeda motor saya bergerak maju. Tidak terlalu laju. Saya perhatikan suasana sekitar. Ramai. Pedagang-pedagang makanan mendirikan tenda di pinggiran jalan. Tepian jalan juga dihuni oleh mobil-mobil yang diparkir. Pemiliknya entah di mana. Sedang makan, ke WC, atau sedang melakukan hal lain, saya tidak tahu pasti. Sebenarnya cukup berbahaya juga bagi saya ketika harus melewati kawasan itu. Kemungkinan paling buruk yaitu: saya tertarik, berhenti, kemudian bertransaksi. Naudzubillah. Tapi saya telah menyimpan niat: hanya lewat, sambil melihat-lihat. Kemungkinan lain yang sempat saya pikirkan ialah saya mengalami kecelakaan di situ, lalu mati. Apa kata kedua orangtua saya? Bagaimana pendapat teman-teman saya? Terserah mereka. Saya yakin Allah sangat tahu apa yang ada dalam otak saya.

Oke, terlalu banyak paragraf telah saya ceritakan tanpa memberitahu anda sebenarnya kawasan unik yang saya ceritakan ini daerah apa. Mungkin anda pun telah bisa menebaknya. Wilayah tersebut merupakan tempat yang terkenal sebagai lokasi prostitusi. Lokasi di mana seseorang bisa membeli kenikmatan sesaat, tanpa peduli akibat, yang tentunya sangat berat. Tempat alat-alat reproduksi yang diciptakan Allah untuk fungsi mulia bebas disewakan seolah-olah itu buatan tangan manusia.

Lampu-lampu menyala terang. Nadi tempat-tempat hiburan telah berdenyut. Hotel kelas melati telah siap menerima tamu-tamunya. Saya tidak masuk lebih dalam menuju pusat area. Saya pikir berbagai jenis jamur, parasit, virus, dan bakteri telah mengalir dan menempel di kawasan itu. Dari yang membuat gatal hingga yang meluluhlantakkan sistem kekebalan tubuh. Mulai yang membuat celana dalam amis seperti ikan asin sampai yang memprovokasi sel-sel hingga mengganas menjadi tumor. Kuman-kuman ini kemudian menyebar lagi entah ke mana. Mungkin singgah ke orang-orang yang tak pernah datang ke kawasan ini.

Ada dua hal unik yang saya temukan di lokasi itu. Pertama: boarding school, istilah modern untuk pesantren. Saya cukup takjub dengan kehadiran pesantren di kawasan prostitusi. Atau saya salah? Apakah harusnya saya lebih heran dengan kehadiran tempat-tempat prostitusi di sekitar pesantren? Saya tidak sedang meneliti mana yang lebih punya pengaruh, pesantren atau rumah bordil? Yang penting adzan bisa tetap terdengar di lokasi tersebut.

Benda kedua yang juga unik di wilayah itu yaitu kantor polisi. Polisi adalah salah satu penegak hukum. Pelanggar hukum akan ditangkap oleh polisi. Tetapi mengapa anomali terjadi di lokasi prostitusi itu? Mengapa orang-orang yang terlibat di bisnis ini tidak takut dengan keberadaan kantor polisi di dekat lokasi bisnis terlarang mereka? Saya tahu hukum di Indonesia melarang prostitusi -maaf saya tidak tahu pasalnya. Belum lagi jika kita melihat larangan prostitusi dari berbagai sudut pandang agama. Nah, kalau prostitusi saja dilarang, tidak mungkin ada lokalisasi.

Walau bagaimanapun juga kawasan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai area lokalisasi, karena memang tidak legal. Namun kalau pun bukan lokalisasi, mengapa tidak dibubarkan? Hal ini benar-benar aneh. Dapatkah saya sebut ini dengan lokalisasi setengah hati? Ah, sudahlah. Mungkin saat ini skripsi saya lebih penting untuk dipikirkan.